all about daily, opinion, stories, inspiration, until the lesson

Jumat, 16 Agustus 2019

Sexual Harassment


Sexual Harassment
You must know it!

Kalian pasti pernah lewat di depan tongkrongan cowok-cowok, entah lagi jalan sendirian atau ada temen, pasti diantara mereka ada yang punya mulut usil.

Sexual harassment gk cuma berbentuk fisik ya, tapi juga verbal. Justru kebanyakan kasus malah jenis pelecehan yang berbentuk verbal.
Contohnya yang gk lama ini pernah saya alami di bus umum, gk dapet tempat duduk dan harus berdiri, kemudian ada mas-mas yang ngomong gini “mbak daripada berdiri mending aku pangku aja” dengan tatapan menggoda, asli itu bikin risih.
Dan masih banyak contoh-contoh lain yang pernah dialami banyak perempuan, seperti catcalling, suit-suit, mengomentari fisik perempuan, kalo dimedia sosial berupa spam chat/komentar dengan kata-kata yang gk senonoh, dan segala hal yang membuat perempuan merasa gk nyaman.
Sayangnya, hal-hal semacam ini justru dianggap remeh oleh masyarakat kita.
Contoh:
“alah Cuma dibilang gitu doang juga”
“yang penting gk ada kontak fisik”
“udah biarin aja orang begitu mah” dsbg.
Perkataan semacam itu yang menunjukkan kalo masyarakat kita justru mewajarkannya, seolah-olah cowok-cowok itu dibiarkan gk punya tatakrama, mereka dibiarkan aja gk menghargai perempuan.
Mirisnya lagi, biasanya pihak perempuan yang disalahkan. Entah masalah berpakaian atau bahkan yang gk masuk akal menyalahkan kecantikan perempuan.
Contoh:
“makanya mbak kalo pake baju yang sopan”
“makanya gk usah sok manis”
“makanya jadi cewek jangan cantik-cantik”
“makanya pake cadar” dsbg.
Ini bukan berarti saya membela perempuan yang berpakaian seksi. Tapi masalahnya, perempuan berjilbab lebar pun sering jadi objek kaum predator.
Malahan, adatuh perempuan bercadar yang payudaranya diremas sama laki-laki gk dikenal, ada juga yang tiba-tiba dicegat di jalan. Keterlaluan gk? Iyadong. Ditambah lagi, beberapa sumber bilang kalo perempuan berjilbab lebar justru lebih menaikkan imajinasi para cowok kurang ajar
.
Hmm sepertinya banyak yang lupa ada ayat tentang menundukkan pandangan. Sebenernya Islam itu adil, si perempuan diperintahkan untuk menutup aurot dan si laki-laki diperintahkan untuk menundukkan pandangan. Tapi sayangnya, kebanyakan yang disalahkan hanyalah pihak korban. Seolah cowok-cowok dimaklumi melakukan apapun ke perempuan, “lagian ceweknya mancing” katanya. Padahal, cewek yang gk ngapa-ngapain juga suka diusilin kan,
Contoh:
“senyum dong neng”. “jutek amat”. “assalamualaikum, jawab salam wajib loh”
Apakah kalo cowok assalamualaikum-in berarti mereka murni mau mengucapkan salam ke kita?
Jawabanya tidak. Ucapan salam justru banyak disalahgunakan oleh cowok brengsek untuk menggoda perempuan.

Untuk perempuan, karna kita gk pernah tau dijalan bakal ketemu cowok yang bagaimana. Jadi kiita mulai pencegahan dari diri kita sendiri dulu.
Mulai berpakaian sopan, jangan keluar rumah sendirian, jangan lewat ditempat sepi, dan kalo bisa jangan lewat di depan tongkrongan cowok. Walaupun itu semua gk akan menjamin yah sebagaimana contoh yang tadi saya ceritain, tapi paling tidak kita memulai pencegahan dari diri kita dulu.
Oiya, jangan lupa dzikir pagi sore, karna itu bisa membentengi kita lho, berdo’a juga ketika keluar rumah.
Semoga kita terlindungi dari hal-hal semacam itu.
Read More

Selasa, 02 April 2019

Saatnya Membersihkan Toxic



::::::::::this post will contain just runt, pure runt. If you want something positive, just skip this one or check out my other posts!::::::::::
@gitasav

Yang diatas tadi mengutip dari salah satu postnya beliau.
Maksud saya, memang postingan ini “just rubbish” nothing positive, you just skip this one! I’m wishing you don’t understand.
Mungkin kemudian ada yang nyaut “so, why did you write here?”, dan akan saya jawab “up to me lah, this is my blog”.✌

Mulai
::::::::::
Ibarat punya barang yang paling disayang trus dicuri orang, taunya barang itu gk dipake malah ditelantarin ditengah jalan, untungnya tau kan ditelantarinnya dimana, jadi bisa diambil sendiri walaupun terseok-seok ngambilnya susah dan jauh banget. Mbok yaa kalo gk suka barangnya itu dikembaliin baik-baik sambil minta maaf gitu lho.

Ibarat lain,
Ketusuk jarum, trus yang punya jarum itu nawarin mau ngobatin, katanya sih bisa ngobatin. Awalnya ragu karna tampangnya kayak gk bisa gitu, trus akhirnya maksa diri buat percaya aja, ehh taunya kena malpraktek –na’udzubillah- . Alhamdulillah punya revanol, minyak but-but, perban dsbg jadi bisa ngobatin sendiri. Mbok yaa kalo gk bisa itu gk usah ngaku-ngaku mau ngobatin gitu lho.
😐

Ke-brengsekan itu harus segera dienyahkan.
toxic harus dibersihkan.👊
::::::::::
I’m sorry, karna nyampah disini.

Semua ada hikmahnya


Salam damai 😊
See you later March!

Read More

Selasa, 27 November 2018

Anak Yang Katanya Nakal



سوء الخلق يؤدي
I believe it.

Perlu di garis bawahi, aku gk bilang mereka “nakal”, orang-orang sana yang bilang. Tapi bukan berarti aku membenarkan semua perilaku itu. Kenapa? Karna menurutku definisi nakal itu relative tergantung culture masing-masing, dan kita juga gk boleh sembarangan nge-judge seseorang dengan label “nakal” kalo kita gk tau kehidupan asli mereka.
Oke, urusan label kata “nakal” sampe situ aja, nanti ribet kalo diperpanjang, rada sensitive soalnya.
satu lagi, aku suka meng-observasi sesuatu.

Dan sebenarnya, pembahasan utamanya bukan itu, melainkan dibawah ini…



Kisah pertama:
Aku punya temen, tetangga juga sih. Kata orang-orang, anak ini suka minum-minum (faham kan?) dan lain-lain keburukan dia yang sering dibicarakan sama orang-orang. Aku gk mau langsung percaya dong, maka langsunglah aku tanyain ke dia ini. Selanjutnya terjadilah percakapan-percakapan yang membahas tentang perilaku dia, -kesannya saya ikut campur banget yah- tapi gakpapa deh. Ada satu perkataan dia yang masih melekat banget dibenakku sampe sekarang :”senakal-nakalnya aku cuma mabuk sama nyuri doang kok nad”, what? shocked, sambil nasihati semampunya, secara aku juga manusia biasa yang tak luput dari dosa lah.
Lama-lama dia nanya tentang hukum-hukum yang bersangkutan dengan dia, tentang hukum minum anggur, hukum sholatnya orang yang sehabis sholat malah minum anggur, hukum tatto, dll sembari memberikan kilahnya dia yang seakan-akan dia pakai buat pembenaran atas apa yang dilakukannya, misal:
“kan minumnya gk sampe mabuk, yang dilarang kan mabuknya”
“kan sholatnya gk sambil mabuk, orang minumnya habis sholat kok”
“kalo nattonya di leher gkpapa lah, leher kan bukan daerah yang diwudhuin, jadi gk mengahalangi masuknya air ke daerah yang dibuat wudhu”
Yang kemudian aku jawab panjang kali lebar kali tinggi semampuku dengan segelintir ilmu yang aku tau, yang intinya seorang muslim dilarang melakukan semua itu apapun kilahnya.
Sebenarnya, ada hal lain yang lebih aku perhatiin dari kisahnya dia ini, bahwa dia merasa gk nyaman dengan ibunya walaupun dia gk bilang itu secara langsung, tapi bisa dilihat dari sikap dia yang gk suka ditelfon ibunya, gk suka dirumah lama-lama karna katanya ibunya suka ngomel dan dalilin macem-macem, walapun aku yakin pasti dia masih punya rasa sayang ke ibunya, cuma gk nyaman aja.



Kisah kedua:
Ummiku pernah cerita tentang temennya, sebut aja Mamah. Karna Ummi sama Mamah ini sama-sama ibu-ibu, mereka sama-sama suka cerita dong tentang perkembangan anak-anaknya. Mamah ini pernah cerita tentang anak laki-lakinya yang mbandel, gk bisa diatur, gk bisa dikontrol, dan bahkan gk mau sekolah, lalu ditanya sama Ummi: “lah kamu pernah nyoba ngobrol-ngobrol gk sama anakmu? Dari hati ke hati gitu?”, jawabnya “kayaknya gk pernah deh”. Padahal dulu aku kenal baik sama anak itu sewaktu dia masih terbilang adek-adek, waktu aku bilangin macem-macem dan dia nurut-nurut aja.



Kisah ketiga:
Adik aku sendiri yang memang harus agak spesial kalo nyikapin dia, agak susah. Dan yang aku perhatikan, diantara semua anaknya Ummi yang paling susah buat terbuka cerita macem-macem itu si dia ini. Mungkin dia merasa gk nyaman karna hobi dia terlalu sering di riweuhin. Tapi kalo sama aku dia bisa terbuka banget loh walaupun harus butuh dipancing, kadang aku ajak jalan-jalan nanti sambil di motor kita ngobrol macem-macem, kadang aku masakin sesuatu sambil aku minta ditemenin dia, nanti sambil aku suruh dia kupas bawang –padahal anak laki-laki loh- atau bantuin masak apalah dianya mau cerita, tapi yaa harus paham mood dia juga.



Sampe sini, dari tiga kisah diatas bisa nangkep sesuatu gk?
Bahwa kebanyakan, dari kasus-kasus tentang anak yang bermasalah itu ada komunikasi yang kurang baik serta ke-tidaknyaman-an hati antara si anak dengan anggota keluarga yang lain, terutama orangtua. Karna keluarga itu jadi alasan utama terbentuknya kepribadian seorang anak. Jadi ketika seorang anak merasa gk nyaman dilingkungan keluarganya sendiri, dia akan mencari kenyaman di lingkungan lain, dan fatalnya kalau lingkungan yang dia pilih itu lingkungan temen-temen yang sama-sama bermasalah.

Menurut aku, yang mereka butuhkan itu pendekatan, bukannya segala cap macem-macem, bukan segala omel-omelan atau malah disudutkan. Kalo rasa nyaman aja gk ada gimana dia bisa menerima nasihat-nasihat buat dia?. –maaf rancu, secara saya belum jadi ahli psikologi, pengalaman hidup juga baru 20 tahun- 

Hal itu dibenarkan juga oleh Dosen aku yang bilang bahwa “sebenarnya gk ada sih yang namanya anak nakal, selama komunikasi kita baik sama anak”.
Kemudian dapet pembenaran lagi dari salah satu blogger parenting favorit aku, si Mbak Gesi pada salah satu post beliau yang bisa diambil beberapa point:

Nah, udah bisa disimpulkan ya, faktor keluarga itu perlu banget diperhatikan, bener gk?
Kesimpulan lainnya, yang pasti udah banyak difahami oleh siapapun bahwa jadi orangtua itu gk gampang, oleh sebab itu juga banyak pasangan yang ingin menunda kehamilan. Karena urusannya bukan cuma soal finansial aja, tapi juga kesiapan mental buat memberikan pendidikan moral yang baik, harus memberikan contoh yang baik, memantau perkembangan kepribadian mereka, dan segala macem lainnya yang masih buanyak lagi. Susah iya susah. Amanah besar dunia akhirat.


Buat para orangtua, semangat berjuang mendidik anak-anaknya menjadi generasi rabbani. Semoga berhasil.
Buat para calon orangtua, yuk terus belajar agar kelak kita bisa mendidik anak-anak kita dengan baik.
Selamat berjuang!

Read More

Sabtu, 13 Oktober 2018

Seringnya Manusia Mengabaikan Perasaan Sesamanya






“Andai berbicara hanya cukup menggunakan mulut saja, maka tidak ada lagi rasa sesak dalam dada” –someone said-

Lisan

Bahkan Rosulullah bersabda bahwa ada dua lubang yang paling banyak menjerumuskan anak manusia ke neraka, apa itu? Yang pertama lubang kemaluan dan yang kedua lubang mulut.
Kalo yang pertama, barangkali semuanya udah maklum ya, ya iyalah itu dosa zina, liwath dsbg yang bersangkutan dengan itu udah sangat jelas.

Nah yang kedua nih, soal mulut. Orang dalam keseharian kita aja gk mungkin lepas dari bicara. Butuh sesuatu, nanya ke oranglain, liat sesuatu, berkomentar, semuanya perlu bicara. Dan sebagian besar bentuk mengekspresikan sesuatu juga pake mulut. Terlebih perempuan, bisa sampe berapa ribu kata tuh perhari –aku lupa hasil penelitiannya-.

Agaknya banyak darikita yang lupa, bahkan gk terpikir sama sekali di titik mana dan di bagian mana dari omongan kita yang ternyata bisa nyinggung atau menyakiti perasaan sesama manusia, atau bahkan yang lebih parah sengaja buat nyinyirin oranglain.

Sama, sampe detik ini juga aku masih belajar buat bener-bener hati-hati kalo ngeluarin kata-kata buat seseorang, susah ya? Buangettt.

Dulu pernah, waktu zaman masih SD dapet ringking 2 berturut-turut –bukan sombong loh ya- seneng banget rasanya apalagi sekelas anak-anak yang dijanjiin bakal dapet hadiah. Karna saking senengnya, selama jalan pulang menuju rumah sambil digandeng sama ummi, aku selalu nanya ke setiap anak sepantaran yang aku temui di jalan “berapa ringking kamu?”. terus kaya gitu sampe kayanya ummiku sambil nahan kesel dalam hati kali yaa, beliau bilang “hush, udah gk perlu nanya-nanya gitu lagi ke temen-temen, itu urusan mereka, siapa tahu ada yang tersinggung sama pertanyaan kamu, mentang-mentang kamu dapet ringking bagus dan mereka gk bisa dapet ringking kaya kamu”. Dan yang terjadi sampe sekarang aku bener-bener gak mau nanya-nanya atau kepoin ringking atau IPK oranglain, barang kali orang yang aku tanyain itu nilainya lagi buruk dan gk pengen diliat sama orang-orang.

Dulu, pikiran aku belum sampe untuk berfikir kesitu, apa segitunya sih kita harus jaga perasaan oranglain? itu kan cuma pertanyaan, mana letak penyinggungannya? –batinku- Dan makin kesini aku makin tau, bahwa ternyata memang bener penting banget buat dijaga –karena kita punya keadaan mental yang mana recover teruuss setiap saat kita recover-.

Pernah juga, ada seorang temen yang tiba-tiba nangis-nangis di depen kita sewaktu kumpul sebuah organisasi, penyebabnya apa? Karena kita sering ngedumel. Dan saat itu banyak temen-temen termasuk aku juga yang berkomentar “halah, cuma gara-gara gitu doang, emang dasar sononya aja yang baperan”. Blessss sekarang hatiku bagai tertusuk-tusuk –lebay-, nyesel banget pernah ngomong gitu, aku makin berfikir bahwa gk semua orang bisa bodoamat kaya kamu nad, bahwa gk semua orang bisa sebodoamat kaya kita, bahwa ada disekitar kita yang memang perasaannya mudah goyah.

Mungkin banyak dari kita yang gk nyampe berfikir kesitu, dan untuk hal-hal sebagaimana dua contoh di atas mereka lebih berpendapat “cuma hal kecil gitu doang sih, maklum aja napa, gk usah terlalu berperasaan”.

dua contoh diatas baru contoh kecil yang sifatnya tanpa sengaja, lalu bagaiamana dengan perbuatan yang lebih parah dengan sengaja mulut kita digunakan buat nyinyir, mengejek, mem-bully, mencemooh, merendahkan oranglain, dan semisalnya?

pernah gk kita berfikir, udah berapa kali ada orang yang nangis tersebab mulut kita?
udah berapa kali ada orang yang tersinggung bahkan sakit hati tersebab mulut kita?
miris kalau hal kaya gini masih dibilang sesuatu yang sepele.

Kalo memberi respon ada yang pake cara baik dan cara yang kurang baik, Kenapa kita gk milih pake cara yang baik aja? walaupun kita gk pro dengan sesuatu itu setidaknya cara penyampaian kita yang dijaga.



~post ini ditulis karena penulis melihat realitas disekitar, bahwa manusia memang seringkali mengabaikan perasaan sesamanya dan lebih memilih menuruti keinginan hati yang terkadang tak terarahkan.

Karna kita diciptakan bukan untuk diri kita sendiri.


Salam Damai :)    
Read More

Minggu, 22 Juli 2018

Nikah Euy




Beberapa waktu lalu sempat viral kisah bocah ABG berumur 14-15 tahun yang menikah, yg cowok baru lulus SD dan yang cewek udah kelas 2 SMP. Cuma disini aku lagi gk pengen mengomentari kisah mereka, itukan pilihan hidup mereka dan orangtuanya, kita gk ada hak ikut campur sih.

Cuma, dari kisah itu aku jadi pengen nulis pendapatku selama ini tentang marriage, hmmm..
What I think about marriage?

Tiga tahun lalu waktu baru-baru lulus Aliyah, pandanganku tentang nikah masih cetek banget, aku mikirnya nikah yaa penyatuan antara 2 insan yang sebelumnya masih ‘haram” menjadi “halal”, kemudian bebas pacaran kesana kesini sama pasangan barunya, urusan permasalahan rumah tangga itumah nanti dijalanin aja, namanya juga masalah pasti ada. Fiyuh,, itu karna selama itu yang didapet  tetang nikah ya enak enak nya aja, ada yang jagain ada yang nemenin…dan bla bla bla saya malu nulisnya.

Tapi seiring berjalannya waktu, pandangan itu jadi berbalik 180 derajat.
Bahwa nikah itu gk cuma sekedar penyatuan antara dua insan dengan ikatan yang halal, tapi dibalik kata “qobiltu” yang diikuti riuh “sah” dari para saksi dan hadirin itu ada tanggung jawab besar yang langsung ditimpakan dipundak pasangan itu, gk cuma butuh modal ‘cinta’, selanjutnya harus ada komitmen antara kedua pasangan itu, (susah tau). Karna suami dan istri harus jadi partner setia dalam segala urusan mereka, bukan cuma sekedar si istri ngurusin suami dan si suami ngasih uang bulanan buat istrinya (ini pandangan sempit yah), tapi harus bisa memposisikan diri dalam keadaan apapun, ibaratnya suami adalah si pilot dan si istri adalah co-pilotnya, gimana caranya supaya pesawat yang mereka kendarai itu gk jatuh dan tetep terbang sampai akhir tujuannya.

Terkhusus nanti klo udah punya anak, gimana caranya mendidik anak itu agar jadi pribadi yang hebat, punya empati terhadap sesama, sholih sholihah, berguna untuk orang-orang sekitarnya. Dan itu semua bukan tugas mudah, butuh present yang baik dari kedua orangtuanya. Dan butuh present yang cukup antara ibu dan ayah untuk anaknya biar si anak ini bisa ideal belajar dari keduanya. Karna dari ibu, si anak bisa belajar menjadi pribadi yang berperasaan dan punya empati yang baik. Dan dari ayah, si anak bisa belajar berfikir rasional, biar gak dompleng antara keduanya.

Dan yang paling penting dalam pernikahan itu perlu modal iman dan taqwa, dengan satu kunci yaitu tawakal, dan rasa cinta akan tumbuh bersama rasa qona'ah atas pasangan kita. Karna kata iman, taqwa, tawakal, qona'ah itu udah punya pengertian yang luas dan menyeluruh dalam kehidupan manusia.

Nah, jadi klo ada yang nanya “undangannya kapan nih?” atau pertanyaan-pertanyaan semisalnya, biarin aja! Toh klo misal udah nikah dan muncul masalah dalam rumah tangga, mereka-mereka yang dulu suka nanya-nanya itu gk ikut ngurus kan? Yang ngehadepin kita berdua…haha

Read More

Senin, 14 Mei 2018

Muhammad Ridwan



Kisahnya bikin aku juga ikut nangis, terharu banget….ya Allah dek, kalo aku bisa meluk dia, udah tak peluk deh adek ini…   


Ini cerita tentang seorang bocah laki-laki yang rela bersepeda jauh dari Jember ke Surabaya demi ketemu sama ibunya, kemudian jatuh dilumajang dan gk jadi ketemu ibunya……huaaaa sedih kali adek ini. Buk buk….saking rindunya adek ini sama ibunya sampe kaya gitu. Dia gk ketemu ibunya sejak 6 bulan.
Dia masih sekolah SD, inimah masih seumuran adek aku yang paling kecil. Adek ini tinggal di Jember bersama adek dan pamannya yg baru lulus SMP…..aku langsung kepikiran, itu adek bisa sarapan tiap pagi gk ya? Seragam sekolahnya siapa yang nyetrika? Terus dia minta bantuan siapa kalo ada PR yang susah dikerjain? Dan siapa yang ngajarin dia ngaji dan sholat lima waktu?  secara…pamannya dia kan laki-laki, baru lulus SMP pun, namanya laki-laki kan kurang telaten sama hal-hal keibuan. Huh, aku jadi ikutan nangis liat adek ini.
Ini Cuma satu kisah diantara anak-anak yang merindukan kasih sayang seorang ibu. Diluar sana masih banyak banget buk…buanyak buanget.
Dari sisilain aku jadi lebih bersyukur, dari bayek sampai sekarang Alhamdulillah masih bisa merasakan kasih sayang seorang ibu secara penuh, baru mulai berjarak semenjak kuliah di kota lain, itupun masih sering dijenguk. Sementara adek ini, 6 bulan gk ketemu ibunya, gk denger kabar ibunya…menderita benget itu rasanya.
ini wajah dia waktu diundang di hitam putih



Read More

Senin, 16 April 2018

Dilan 1990, Review Ala Nad


Ini film udah beberapa bulan yang lalu. Sebenernya pengen memberikan opini tapi belum baca dan nonton ceritanya, jadi belum berani.
Berhubung baru nonton minggu lalu, jadi baru bisa memberikan opininya sekarang.


Disaat yang lain rame dengan cuitan-cuitan gombalnya, atau isu-isu negatifnya, atau gosip-gosip pemainnya, sepertinya aku lebih tertarik pada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari ceritanya tersebut.
Tentunya dalam pandangan umum, bukan pandang Syar’i ataupun pandangan hukum Negara.


Pertama, Dilan ini walaupun nakal, tapi tetap menghargai perempuan, tetap menghormati bundanya, rela gk jadi tempur untuk nurutin permintaan Milea, bahkan masih mau nganterin Susi yang ayahnya sakit, walaupun dia gk suka sama Susi. Dia bilang: tidak mencintai bukan berarti membenci. Buat laki-laki, ini penting banget untuk diinget. Tetap hargai dan sayangilah perempuan! Jangan bersikap semaunya aja!.

Kedua, aku teringat banget sama kata-kata Dilan setelah dia berani melawan pak Suripto, dia bilang: guru itu digugu dan ditiru, siapapun dia kalau tidak mau menghargai oranglain, maka dia tidak akan dihargai oleh oranglain. Walaupun tindakan dia yang berani memukul pak Suripto itu kurang tepat, tapi satu kata-kata diatas yang dia jadikan alasan itu bener-bener mengena banget. Dari situ mengingatkan bahwa sebagai kader calon-calon pengajar (insya Allah), kita perlu belajar bagaimana caranya menegur murid dengan baik, dan bagaimana cara menyikapi murid-murid yang nakal secara bijak. Ini jadi tugas penting bagi para pengajar atau calon-calon pengajar.

Ketiga, sikap bunda Dilan saat anaknya diskors, waktu itu bundanya bilang ke Milea: kita tidak boleh sembarang menghakimi anak remaja tanpa kita tahu bagaimana menjadi dia (kurang lebih begitu). Iya, bener banget kata bunda Dilan itu, perlu ada pendekatan antara orangtua dan anak, agar ketika anak melakukan kesalahan, lebih mudah untuk menyikapinya. Gk asal dibela mentang-mentang anaknya, atau malah asal dihukum mentang-mentang dia melakukan kesalahan.


 Hmmm..
Mungkin ini, sederhana memang. Tapi ada pelajaran tersendiri yang begitu mengena.
Sekali lagi, ini bukan promosiin projek Dilan dan sekuel-sekuelnya, bukan juga baik-baikin Dilan. Cuma sekedar memberikan opini sederhana yang dapat kita ambil pelajaran darinya,,

Read More

Senin, 26 Maret 2018

Bullying n Bodyshaming




Beberapa hari yang lalu aku sempet diajak ngobrol sama bagian BK, beliau bahas tentang kasus bullying. Hah?aku sempet kaget. Aku kira kasus kayak gitu cuma terjadi dikalangan anak-anak atau remaja, ternyata kadang masih didapati dikalangan orang dewasa juga.
Ceritanya bukan aku yang dibully, bukan juga aku yang membully, tapi intinya beliau minta bantuan, aku sempet muter otak. Bingung. Harus gimana.

Terlepas dari itu, aku punya pandangan tersendiri buat bullying ataupun bodyshaming.
yes, i hate all about badyshame and bullying
jika kita termasuk pernah melakukannya, coba kita fikir ulang
Memang, kadang sifat atau kelakuan manusia itu ada yang menjengkelkan atau nyebelin (ini jujur jika kita memposisikan diri sebagai subjek). Tapi apakah kita terus menuntut mereka untuk melakukan sesuai apa yang hati kita inginkan? Menurut aku wajarkan aja sih, selama yang dilakukan itu gk melanggar adab, etika, ataupun syari’at.
Pun begitu perihal fisik. Andaikan didunia ini semuanya berparas rupawan, perfectly, dan gk ada beda antara tinggi/pendek, putih/hitam, mancung/pesek, kurus/gendut alias semuanya sama, mungkin gk ada yang namanya istimewa dimata masing-masing, karna semuanya udah sama aja.
Karna pada dasarnya, manusia diciptakan memiliki mata, telinga, hidung, mulut, tangan, kaki, dsbg. Itu semua anugrah dari Allah. Memang berbeda-beda bentuknya.
Lantas, apakah perlu kita memarginalkan atau mengihmalkan sesuatu yang sebenarnya wajar? Apa yang patut disombongkan dari diri kita sampai-sampai kita semena-mena menertawakan kekurangan orang lain?

Dari situ aku mengambil pelajaran dari seseorang, beliau bilang kita harus berusaha menjadi manusia yang peka, orang yang peka itu orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi yaitu orang yang mampu menerima, menilai, dan memahami diri sendiri maupun oranglain.
Wallahu A’lam
Ini pandangan aku, bisa jadi pandangan orang lain berbeda.

Read More

Senin, 19 Maret 2018

Pemurtadan, Sekularisasi, dan Nativisasi


PEMURTADAN, SEKULARISASI, DAN NATIVISASI
(Tiga Tantangan Dakwah Menurut Muhammad Nastir*)
Oleh: Khonsa’ An Nahdiyyah
I.                   PENDAHULUAN
Dakwah merupakan sebuah kewajiban bagi setiap individu muslim, Islam memerintahkan kepada setiap umatnya untuk saling menyeru kepada jalan yang lurus sesuai syariat. Dengan begitu dakwah merupakan gerakan yang begitu digetolkan oleh aktivis muslim dalam mempertahankan umat untuk menapak di jalan yang lurus.
Pastinya dalam setiap dakwah yang dijalankan tidak terealisasi dengan begitu saja mudahnya, karena tantangan dari musuh Islam begitu banyak untuk memadamkan kobaran dakwah dalam agama ini.
                        Pemurtadan, sekularisasi, dan nativisasi adalah beberapa contoh tantangan dari musuh Islam terhadap dakwah di Indonesia. Ketiga hal tersebut telah disampaikan oleh Muhammad Natsir sejak beberapa tahun silam dalam bukunya Percakapan Antar Generasi: Perjuangan Seorang Bapak. Sebagaimana disampaikan oleh Adian Husaini[1] bahwa ketiga hal tersebut yakni pemurtadan, sekularisasi dan nativisasi masih menjadi tentangan dakwah bagi umat Islam hingga saat ini.
                 Maka dalam makalah ini penulis akan mengupas tiga tantangan tersebut yakni pemurtadan, sekularisasi dan nativisasi. Dari pengertian, sejarah, pengaruhnya terhadap Islam serta solusi bagi umat muslim atas tiga tantangan tersebut. Juga sebagai tambahan wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. 
II.                 PEMBAHASAN
A.    Pengertian
1.      Pengertian Pemurtadan
Pemutadan berasal bahasa arab yakni radda-yaruddu yang berarti mengembalikan atau memalingkan[2]. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Murtad berarti berbalik belakang, berbalik kafir, membuang iman, berganti menjadi ingkar. Dan pemurtadan sendiri berarti proses, cara atau perbuatan memurtadkan.[3]
2.      Pengertian Sekularisasi
Istilah sekularisasi berasal dari kata saeculum yang berarti sekaligus ruang dan waktu. Ruang menunjukkan pada pengertian duniawi, sedangkan waktu menunjukkan pada pengertian sekarang atau zaman kini.[4] Sedangkan sekuarisasi biasa diartikan sebagai usaha pemisahan antara urusan dunia (selanjutnya bisa negara) dan urusan agama. Sekularisasi juga berarti proses pembebasan manusia dari agama, metafisika, atau hal-hal yang bersifat transedental dan lebih berfokus pada masalah-masalah keduniawian.[5]
3.      Pengertian Nativisasi
Nativisme berasal dari bahasa latin natus yang artinya lahir, atau nativus yang memilik arti kelahiran atau pembawaan. Nativisme merupakan sebuah doktrin yang berpengaruh besar terhadap teori pemikiran psikologis.[6]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia nativisasi berarti sikap atau paham suatu negara atau masyarakat terhadap kebudayaan sendiri berupa gerakan yang menolak pengaruh, gagasan, atau kaum pendatang.[7]
Dengan demikian maka, maksud nativisasi dalam dakwah Islam di Indonesia adalah upaya mengembalikan masyarakat Indonesia kepada budaya lokalnya , budaya yang dimaksud adalah budaya pra Islam dengan meningkatkan sentiment kedaerahan.[8]
B.     Pemurtadan
Gerakan pemurtadan memang begitu getol dilakukan oleh para misionaris, salah satu pemurtadan yang meluas terjadi di Indonesia adalah gerakan kristenisasi yang dilakukan oleh missionaris Kristen, sehingga ekspansi gerakan ini begitu nampak terjadi.
Bagi umat Nasrani, kristenisasi atau yang mereka sebut dengan transformasi atau penuaian jiwa adalah sebuah tugas suci sesuai yang tertera dalam Bibel. Menurut mereka dunia tidak mungkin damai jika tidak dikristenkan, maka dari itu kristenisasi adalah harga mati.
1.      Sejarah Kristenisasi di Indonesia
Missionaris Kristen atau Katholik masuk ke Indonesia sejak penjajah Belanda masuk ke negeri ini. Pemurtadan oleh penjajah juga tidak semata-mata menyasar suku-suku terasing, tetapi juga terhadap masyaraakaat muslim dengan dukungan besar dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.[9]
Abad ke-19 merupakan abad pergerakan bagi para missionaris, peran gereja begitu dominan tak terkecuali ditanah Indonesia. Dalam Almanak Pemerintah Hindia Belanda disebutkan bahwa tahun 1850 hanya ada 17 pendeta, 27 missionaris protestan dan 9 pastur Katholik Roma. Tahun 1990 jumlah meningkat mencapai 73 missionaris dan 49 pastur.[10]
2.      Tahapan Pemurtadan
Pertamakali yang diupayakan oleh para missionaris adalah perusakan akhlak umat Islam, cara ini mereka anggap cukup berhasil. Pemurtadan dengan cara perusakan akhlak ini dinyatakan langsung oleh tokoh missionaris bernama Sammuel Zwimer, ia mengatakan bahwa misi utama missionaris bukanlah memasukkan kaum muslimin ke dalam agama Kristen. Tetapi tugas pokoknnya ialah mengeluarkan umat dari Islam agar menjadi makhluk tidak bertuhan, atau tidak berhubungan dengan Tuhan. Seterusnya mereka menjadi manusia yang tidak berakhlak. Karena dalam Islam, akhlak adalah tiang utama dalam bersosial.
Karena tugas missionaris adalah meruntuhkan nilai-nilai akhlak ini. Oleh sebab itu kristenisasi lebih diprioritaskan untuk menjauhkan umat Islam dari agama, baru setelah itu memurtadkannya.[11]
Muhammad Natsir menyoroti kristenisasi di Indonesia ini pada tiga hal yakni kristenisasi itu sendiri, diakona (pelayanan yang berkedok sosial), dan modus vivendi (modus dalam menciptakan kehidupan berdampingan beda agama secara damai).[12]
3.      Pengaruh Pemurtadan
Pemurtadan juga menjadi perubahan dalam identitas dan loyalitas seseorang, serta pemisahan diri dari suatu umat kepada umat lain yang bertentangan. Pemurtadan akan semakin berbahaya jika seseorang yang telah murtad berani menampakkan diri dengan bangga atas kekufurannya yang mengancam dasar, pokok, dan pondasi masyarakat muslim.[13]
Dintara jenis pemurtadan yang paling berbahaya adalah pemurtadan massal, yaitu sebagian orang mengikuti sebagian lainnya, kemudian membentuk kontra revolusi terhadap Islam dan dakwahnya, umatnya, dan negerinya.
Dalam hal ini, masyarakat muslim haruslah  mempertahankan harga dan prinsip moralnya serta harus mempertahankan eksistensi agamanya jika diserang oleh para missionaris. Dalam artian yakni seorang muslim hendaklah meguatkan kesadaran berislam dan meningkatkan ukhuwah islamiyah.[14]
Dalam strategi Muhammad Nastir untuk menghadapi kristenisasi di Indonesia adalah dengan membentuk kader-kader muslim serta menulis buku-buku kristenisasi agar kaum muslimin senantiasa waspada teradap gerakan kristenisasi tersebut.[15]
C.     Sekularisasi
1.      Sejarah Sekularisasi
Istilah sekularisme pertama kali digunakan oleh penulis Inggris bernama George Holyoake pada tahun 1846, walaupun istilah yang digunakan adalah baru, namun konsep kebebasan berfikir yang dengannya sekularisme didasarkan telah ada sejaak dahulu kala.[16]
Istilah sekularisasi mendapatkan arti yang berbeda-beda sesuai dengan konteks masalah yang sedang aktual menurut golongan atau bangasa yang berkepentingan. Pada abad ke-18 pengertian sekularisasi dikaitkan dengan masalah kekuasaan dan kekayaan duniawi yang dimiliki oleh para rohaniawan, kemudian dalam abad ke-19 sekularisasi diartikan penyerahan kekuasaan dan hak milik gereja kepada negara atau yayasan duniawi.
Sedangkan dalam abad ke-20 ini, pengertian sekularisasi menjadi cukup tegas. Sementara itu menjadi jelas bahwa diantara banyak arti yang berbeda tersebut terdapat satu aspek yang sama, antara dua hal yang saling dipertentangkan yakni urusan agama dan urusan keduniawian. Maksudnya kedua urusan yang berlainan tidak boleh dicampurbaurkan, masing-masing harus ditangani sendiri.[17]
Dalam dunia Islam istilah sekularisme pertama kali dipopulerkan oleh Zia Gokalp, sosiolog terkemuka dan teoritikus nasionalis turki. Ini seringkali dipahami dalam pengertian anti religius, dan tafsiran ini lebih jauh memunculkan kecurigaan yang menyertai sikap terhadap gagasan itu sendiri.[18]
2.      Pengaruh Sekularisme Terhadap Agama Islam
Sekularisasi diartikan sebagai pemisahan antara urusan negara atau politik dari urusan agama, atau pemisahan antara duniawi dan akhirat. Padahal, dalam agama Islam telah ditetapkan bahwa setiap urusan manusia memilik aturan-aturan syariatnya, terlebih pada urusan hukum dan kenegaraan. Karena gerakan sekularisasi bertujuan untuk membebaskan manusia dari pengertian-pengertian religius yang suci.
Akibat dari sekularisasi ini, maka masyarakat semakin lama akan terbebaskan dari nilai-nilai agama atau spiritual. Maka secara umum terjadilah pembedaan nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat.[19]
Dalam masalah ini, Muhammad Nastir mengajak kepada seluruh muslimin Indonesia untuk meninggalkan pemikiran hidup sekuler.[20] Karena pada dasarnya,  sekularisme sangatlah tidak cocok dengan ajaran, akhlak dan sejarah Islam, dan sekularisme bukanlah dari tradisi Islam melainkan dari tradisi barat.
D.    Nativisasi
1.      Sejarah Nativisasi
Pada hakikatnya nativisasi bersumber dari leibnitzian tradition yakni sebuah yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Tokoh aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur, ia adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir.[21]
Namun kasusnya dalam dunia dakwah Islam di Indonesia, istilah nativisasi digunakan untuk upaya pengembalian masyarakat Indonesia kepada budaya lokalnya , budaya yang dimaksud adalah budaya pra Islam dengan menigkakan sentiment kedaerahan.
Dalam kacamata sejarah di Indonesia, nativisasi sudah terjadi sejak penjajahan Belanda. Karel Steenbrink, seorang akademisi menggambarkan bahwa pada abad ke-19, Islam dianggap sebagai kekuatan yang harus dihilangkan. Langkah yang diambil selalu menunjukkan penilaian Islam sebagai musuh menakutkan yang tidak harus diserang secara langsung tetapi menghadapinya dengan mempromosikan bahasa kebiasaan kuno, adat dan agama rakyat. Van Randwijk mencirikan strategi ini dengan ungkapan “strategi memangkas islam”.[22]
Menurut Beggy Rizkiyansyah dari Jejak Islam untuk Bangsa[23], pemerintah kolonial dan missionaris sejak abad ke-17 saling membantu untuk menyebarkan paham nativisme dengan menghidup-hidupkan kebudayaan lama yang telah terkubur dan mati dalam masyarakat Indonesia.[24]
Tokoh-tokoh nativisme yang namanya sering muncul di buku-buku sejarah antara lain adalah Thomas Stanford Rafless dan Van Den Bosch. Keduanya sangat berpengaruh dalam pengaburan nilai-nilai Islam di Indonesia. Kaum kolonialis dan missionaris memanfaatkan kaum priyayi sebagai alat untuk menguasai Indonesia.[25]
2.      Pengaruh Nativisasi
Nativisasi yang dikhawatrikan oleh Muhammad Natsir adalah sebuah gerakan yang berupaya mengangkat sedemikian rupa kebudayaan nusantara pra Islam dengan motif untuk memarginalkan peran Islam.
Banyak sekali efek yang masih terasa saat ini akibat dari gerakan nativisasi. Masyarakat masih menganggap bahwa nilai-nilai Islam bertentangan dengan budaya[26]
Upaya menghidupkan kembali suatu aspek kehidupan tentu saja bukan tidak wajar dilakukan. Namun akan menjadi masalah bagi dakwah apabila aspek-aspek kebudayaan tersebut diseleksi dengan tujuan memarginalkan dan bahkan menghilangkan peran Islam dari suatu kebudayaan. [27]
Terlebih, dunia dakwah saat ini menhadapi isu-isu yang secara langsung maupun tidak langsung memposisikan agama Islam sebagai paham asing di Indonesia. Seperti, wacana “agama asli” dan juga “budaya asli”, dalam isu seperti ini Islam selalu dituduh membawa watak arab dan kebudayaannya di Indonesia.[28]
Menurut Adian Husaini, Islam dianggap sebagai barang asing dan seolah memberikan sumbangan yang berarti bagi wilayah nusantara. Indonesia sering dikaitkan dengan kerajaan Majapahit sebagai puncak peradaban, sebaliknya Islam diposisikan sebagi musuh dari tradisi-tradisi adat, Selain itu faktor nativisasi juga sangat berperan dalam menghambat proses perkembang Islam.[29]
Peran pendakwah dalam hal ini bisa dirumuskan dengan ungkapan “mengubah” dan “melestarikan” terhadap wujud-wujud budaya yang ada. Pengubahan dilakukan terhadap wujud-wujud budaya yang negatif dan bertentang dengan hukum Islam. Untuk wujud budaya yang memiliki nilai positif dan negatif bersamaan maka diusahakan agar nilai positifnya dipertinggi dan sebisa mungkin nilai negatifnya dileburkan. Sedangkan wujud budaya yang sepenuhnya tidak bertentangan dengan hukum Islam maka bisa dikembangkan dan ditingkatkan nilai positifnya. Jadi, tugas-tugas umat Islam beserta ormas-ormasnya bukan hanya sekedar melestarikan wujud-wujud kebudayaan Islam saja. Lebih dari itu, umat Islam harus terus memperjuangkan agar kebudayaan yang berkembang di masyarakat Indonesia menjadi semakin Islami.[30]
III.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
Muhammad Natsir mengatakan bahwa umat muslim memiliki tiga tantangan dakwah di Indonesia yakni pemurtadan, sekularisasi, dan nativisasi. Pemurtadan adalah sebuah usaha missionaris untuk mengeluarkan umat muslim dari agamanya. Sedangkan sekularisasi adalah usaha pemisahan antara urusan dunia (selanjutnya bisa negara) dan urusan agama. Dan nativisasi merupakan upaya mengembalikan masyarakat Indonesia kepada budaya lokalnya , budaya yang dimaksud adalah budaya pra Islam dengan meningkatkan sentiment kedaerahan.
B.     Saran
Sebagaimana yang telah kita fahami diatas, maka hendaklah bagi seorang muslim untuk memperkuat keyakinan iman dan mempertahankan prinsip moral beragama dan meninggalkan pemikiran-pemikiran sekuler, serta menjadikan budaya di masyarakat menjadi lebih islami.
Sekian penjelasan penulis tentang pemurtadan, sekularisasi, dan nativisasi dalam makalah ini. Semoga menjadi tambahan wawasan dan bermanfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian. Wallahu A’lam Bisshowab

Referensi

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. TT. Jakata: Balai Pustaka.

Drs. D.Hendropuspito. O. C. Sosiologi Agama. 1983. Yogyakaarta: Penerbit Kanisius.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir. 1997. Surabaya: Pustaka Progresif.
Rachman, Budhy Munawwar. Argumen Islam Untuk Sekularisme. 2010. Jakarta: Grasindo.

Qardhawi, Yusuf. Fiqih Jihad. 2010. Jakarta: Mizan.

Abahtya, M. Hayat, Jum’atil Fajar, Informasi Kapuas (jil.14): 11 juni-31 Desember.

Majalah Asy-Syariah edisi 106: Melawan Kristenisasi. 2015. Yogyakarta: Oase Imani.

Wahyuni, Sri. Skripsi: Strategi Dakwah Muhammad Nastir dalam Mengahadapi Missionaris Kristen. Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

Suhandi, Jurnal: Sekularisasi di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Konsep Kenegaraan.

Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini, https://www.gaulislam.com/tiga-tantangan-dakwah-umat-islam diakses pada 15 May 2009.

Susiyanto, Tantangan Nativisasi Budaya Bagi Dakwah Di Indonesia, http://majalahtabligh.com/2017/tantangan-nativisasi-budaya-bagi-dakwah-di-indonesia/ diakses pada 18 agustus 2017 10:58 WIB.

           
http://susiyanto.com/tantangan-nativisasi-budaya-bagi-dakwah-di-indonesia/








*Mumahammad Nastir merupakan seorang ulama, poltisi, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka di Indonesia.

[1]Adalah seorang cendekiawan muslim, beliau mendapatkan amanah sebagai  ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, dan peneliti di Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS)
[2]Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 485.
[3]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakata: Balai Pustaka), Hlm. 765.
[4]Budhy Munawwar Rachman, Argumen Islam Untuk Sekularisme, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 3.
[5]Ibid, hlm. 12.
[8]Abahtya, Muhammad Hayat, dan Jum’atil Fajar, Informasi Kapuas (jil.14): 11 juni - 31 Desember, hlm. 33.
[9]Majalah Asy-Syariah edisi 106: Melawan Kristenisasi, (yogyakarta: Oase Imani, 2015), hlm. 2.
[10]Ibid, hlm. 6
[11]Ibid, hlm. 21
[12]Sri Wahyuni, Skripsi: Strategi Dakwah Muhammad Nastir dalam Mengahadapi Missionaris Kristen, (Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang), hlm.28 dan  34.
[13]Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad, (Jakarta: Mizan, 2010 ),  hlm. 119.
[14] ibid
[16]Budy Munawwar Rachman, Argumen Islam Untuk Sekularisme, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 3.
[17]Drs. D.Hendropuspito. O. C., Sosiologi Agama, (Yogyakaarta: Penerbit Kanisius, 1983), hlm.136.
[18]Suhandi, Jurnal: Sekularisasi di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Konsep Kenegaraan, hlm.74.
[19]Budhy Munawwar Rachman, Argumen Islam Untuk Sekularisame, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 7-8.
[20]Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini, https://www.gaulislam.com/tiga-tantangan-dakwah-umat-islam
[23]Adalah sebuah komunitas pecinta sejarah yang didirikan pada Juli 2013.
[26]Ibid
[30]Susiyanto, Tantangan Nativisasi Budaya Bagi Dakwah Di Indonesia, http://majalahtabligh.com/2017/tantangan-nativisasi-budaya-bagi-dakwah-di-indonesia/

Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

About Author

Assalamu'alaikum, welcome to my personally blog. This blog is a place where i want to share many things, in between characters, and more. Thank you for visiting and Happy Reading! -Nadiya Ridlwan-
Diberdayakan oleh Blogger.

Advertisement

Pages - Menu

Instagram

@nadiyakaff

Copyright © Nadiya Ridlwan | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com